Amar maruf Nahi munkar
A.
Pengertian Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma’ruf dan nahi munkar berasal dari kata bahasa Arab. أمر/الأمر
merupakan mashdar atau kata dasar fi’il atau kata kerja أمر yang
artinya memerintah atau menyuruh. Jadi أمر/الأمر
artinya perintah. معروف
artinya yang baik atau kebaikan/kebajikan. Sedangkan الأمر القيبح : المنكر yaitu perkara yang
keji.
Memerintahkan untuk sesuatu
kebajikan dan melarang terhadap suatu kemungkaran adalah perintah agama. Karena
itu wajib dilaksanakan oleh setiap umat manusia. Allah berfirman:
كنتم خىر أمة أخر جت
للناس تأمرون بالمعروفوتنهون عن المنكر وتؤمنوبالله
Dan artinya kalian
sebaik-baiknya umat yang dilahirkan bagi manusia untuk menyuruh kepada yang
ma’ruf dan melarang yang mungkar, serta beriman kepada Allah.(QS. Ali-imran
110)
Orang-orang yang bertaqwa kepada
Allah akan selalu mengajak kepada yang ma’ruf dan melarang yang munkar, mereka
itu akan mendapatkan limpahan rahmat dari Allah, kerena mereka itu adalah
sebaik-baik umat manusia.[1]
Umat islam di perintahkan untuk
mengajak saudara-saudaranya sesama manusia, khususnya umat islam, khususnya
untuk berbuat baik yang di perintahkan Allah dan menjauhi kesesatan yang
dilarangnya. Amar ma’ruf dan Nahi munkar sangat penting dalam ajaran islam. [2]
B.
Keutamaan Amar
Ma’ruf nahi Munkar
Di dalam
menyampaikan kebenaran manusia dituntut untuk dapat memulainya dari diri
sendiri untuk melakukannya, dan baru kemudian mengajak kepada orang terdekat,
kaumkerabat, tetangga dan seterusnya untuk melakukan dari amal kebajikan
sebagaimana dia telah melakukannya.
Demikina pula
seseorang melarang terhadap suatu kemungkaran atau tindakan kejahatan, maka
tentu harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu untuk meninggalakan
kejahatan tersebut. Kemudian baru mengajak kepada orang lain untuk
meninggalkankanya sebagaimana dia telah meninggalkan nya, dengan demikian
dakwah akan lebih efektif.
Amar ma’ruf nahi
munkar merupakan perintah agama yang wajib untuk dilaksanakan oleh semua
umatnya. Dalam kaitannya dengan keutamaan amar ma’ruf nahi munkar sebagai mana
tersebut dalam beberapa ayat Al-quran.
Nabi SAW. Bersabda
:
عن أبي سعيد قال: قال النبي صلي الله
عايهوسلم:منرأيمنكم منكرا فاليغيره بيدهفإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه
وذالك أضعف الإيمان(رواه مسلم)
Dari Abu Said
berkata: Nabi SAW bersabda “barang siapa melihat kemungkaran maka ubahlah
dengan tangan, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa maka
dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”
Dalam kaidah ushul dikatakan
bahwa al-amru lil wujub perintah itu wajib, artinya meninggalkannya akan
berakibat dosa. Dari kaidah tersebut dapat dipahami bahwa membiarkan
kemungkaran tanpa adanya upaya menghentikan membawa dosa, karena merubah atau
menghentikannya merupakan suatu kewajiban, baik melalui tindakan, lisan ataupun
setidaknya dengan hati.
Rasullah bersabda :
عن إبن مسعودقال :قالرسولالله عليه وسلم:من دل علي
خير فله مثل أجرفا عله (حد يث حسن رواه احمد في مسنده وسلموأبو داوود والترميذي)
Dari ibnu mas’ud
berkata: Rasullah Saw. Bersabda: barang siapa menunjukan kebajikan maka baginya
pahala seperti orang yang melakukannya.(Hadis hasan ahmad, Abu Dawuud dan
Tirmidzi)
Demikian besar
keutamaan baramar ma’ruf sehingga Nabi menyatakan bahwa pahala menyuruh kepada
kebaikan itu sepadan dengan pahala orang yang melakukannya.
Tindakan kedhaliman
merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus diberantas dari muka bumi ini,
karena disamping merugikan diri sendiri juga merugikan bagi orang lain. Manusia
kadang lupa diri, tidak ingat tujuan hidup dan hendak kemana setelah hidup,
akibatnya ia berbuat semena-mena tanpa kendali, tidak dapat membedakan mana
perbuatan yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari. Keadaan seperti
itu dapat dihindari atau dikurangi bila ada segolongan orang melakukan amar
ma’ruf nahi munkar.
Dengan demikian
amar ma’ruf dan nahi munkar sangat besar pengaruhnya bagi ketentraman hidup
manusia, baik individu maupun masyarakat. Akan tetapi dalam melaksanakannya
amar ma’ruf nahi munkar ini, kita tidak perlu memaksakan diri misalnya dengan
cara tertentu yang bersifat memaksa.
Dalam melaksanakan
amar ma’ruf nahi munkar, diperlukan metode tertentu agar berhasil dengan baik.
Diantara metode itu diajarkan dalam al-Qur’an:
Allah berfirman;
ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة
وجادلهم بالتي هي أحسن إن ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين
Artinya:
“Serulah (manusia)
kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.(QS. An-Nahl ayat 125).
Selain itu, dalam
melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar harus disesuaikan dengan kemampuan orang
yang hendak melaksanakannya. Menurut al-Faqih Abu Laits Samarqandhi ada lima
syarat dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu:
1.
Berilmu, karena
masyarakat umumnya belum mengerti mana yang ma’ruf dan mana yang munkar.
2.
Ikhlas semata,
mencari ridlo Allah SWT dalam menegakkan agama-Nya.
3.
Menggunakan metode
yang baik
4.
Sabar dan tenang
5.
Melakukan hal yang
diperintahkan, menyesuaikan ucapan dan perbuatan.[3]
C.
Amar Ma’ruf Nahi
Munkar Perspektif Ulama
Tidak mengherankan
jika pembahasan tentang amar ma’ruf nahi munkar banyak dibicarakan oleh ulama,
hal ini melihat pentingnya hal tersebut didalam pandangan agama bahwa amar
ma’ruf nahi munkar merupakan ruh risalah kenabian yang juga menjadi kewajiban
bagi segenap umat islam. Tindakan amar ma’ruf nahi munkar harus diawali dengan pengetahuan
tentang rukun-rukun yang harus dipernuhi bagi orang-orang yang hendak
melakukannya. Diantara rukun-rukun tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut;
1.
Muhtasib (orang
yang diserahi pemerintah untuk melakukan taghyir al-munkar), diantaranya adalah;
a.
Muallaf maksudnya
adalah bahwa muallaf disini lebih diartikan sebagai syarat berkewajiban untuk
melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
b.
Beriman
c.
Adil, sehingga
orang fasik tidak berhak melakukan taghyir al-munkar.
d.
Mendapatkan izin
dari penguasa
e.
Mampu melaksanakan
amar ma’ruf nahi munkar
2.
Muhtasab fiih,
diantaranya adalah sebagai berikut;
a.
Perbuatan tersebut
benar-benar merupakan perbuatan yang sah dianggap sebagai perbuatan munkar
dalam pandangan syariat.
b.
Perbuatan munkar
tersebut terjadi pada saat tindakan nahi munkar, tidak di dasarkan prasangka.
c.
Perbuatan munkar
tersenut nampak bagi muhtasib
d.
Kemunkaran tersebut
adalah hal yang disepakati oleh seluruh umat islam, dan bukan merukan sebuah
ijtihad.
3.
Muhtasab alaih,
adalah orang yang melakukan tindakan kemungkaran tersebut mempunyai sifat
dimana jika dia melakukan perbuatan mungkar, maka perbuatan itu layak untuk
dinilai sebagai sebuah tindakan kemungkaran.
4.
Nafsu al-ihtisab,
adalah hakikat dari bentuk pengawasan terhadap tindakan kemungkaran. Nafsu
al-ihtisab mempunyai bebrapa tahapan;
a.
Identifikasi
b.
Memberi tahu
terhadap pelaku bahwa apa yang diperbuat adalah tindakan yang dilarang didalam
agama
c.
Melarang perbuatan
mungkar dan memberikan nasihat dan menakut-nakutinya dengan ancaman Allah.
d.
Mencela dengan
kata-kata yang keras. Hal ini baru dilakukan ketika melarang perbuatan mungkar
dengan cara halus diabaikan, atau ketika nasihat dicemooh.
e.
Merubah kemungkaran
dengan tangan, hal ini bisa dilakukan misalnya dengan cara memaksa.
f.
Memberikan ancaman
dengan menakut-nakuti
g.
Melakukan
pemukulan. Hal ini boleh dilakukan dalam keadaan darurat.
Mengancam
dengan senjata atas seizin Negara
[1] Juwariyah, Hadis tarbawi,(Yogyakarta:penerbit
teras, 2010),hlm,57-58.
[2] Rachmat Syafi’e,Al-hadis,(Bandung
:Pustaka Setia,2000),hlm,
[3] Rahmat Syafe’I, Al-Hadis, (Bandung,
Pustaka Setia, 2000), hlm.237-242.
Komentar
Posting Komentar